Fenomena “No Viral, No Justice” atau “Tanpa Viral, Tanpa Keadilan” telah menjadi istilah yang semakin sering terdengar dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia. Istilah ini menggambarkan realitas yang terjadi di masyarakat terkait dengan cara penegakan hukum yang semakin bergantung pada perhatian publik, terutama yang tercipta melalui media sosial. Ketika sebuah kasus atau masalah hukum mendapatkan perhatian luas melalui media sosial dan viral, seringkali muncul persepsi bahwa keadilan akan lebih cepat tercapai. Sebaliknya, ketika kasus tersebut tidak mendapatkan sorotan media, proses penegakan hukum tampaknya berjalan lebih lambat, bahkan cenderung terabaikan.
Fenomena ini mencerminkan tantangan besar dalam sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia. Secara prinsip, keadilan seharusnya diterapkan tanpa pandang bulu, berdasarkan bukti dan hukum yang berlaku, bukan berdasarkan sejauh mana perhatian publik dapat digerakkan oleh media. Namun, kenyataannya, banyak orang mulai meragukan efektivitas dan keadilan sistem hukum yang ada, terutama ketika tidak ada “desakan” publik yang cukup besar. Artikel ini akan mengulas arti dan implikasi fenomena “No Viral, No Justice” dalam penegakan hukum di Indonesia, mengidentifikasi dampaknya terhadap keadilan, serta tantangan yang harus dihadapi untuk memperbaiki sistem hukum yang lebih adil dan transparan.
1. Fenomena “No Viral, No Justice” dalam Konteks Sosial Media
Fenomena “No Viral, No Justice” mulai berkembang pesat seiring dengan maraknya penggunaan media sosial di Indonesia. Media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan TikTok telah menjadi platform utama bagi masyarakat untuk berbagi informasi, mengungkapkan pendapat, dan menyuarakan ketidakadilan. Ketika sebuah kasus hukum, baik itu terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, kasus kriminal, atau masalah-masalah sosial lainnya, menjadi viral di media sosial, masyarakat merasa bahwa aparat penegak hukum akan lebih cepat bertindak.
Contoh paling nyata dari fenomena ini adalah ketika video atau informasi mengenai kasus-kasus besar, seperti kekerasan polisi, pelecehan seksual, atau pelanggaran hak asasi manusia, tersebar luas di media sosial dan menarik perhatian publik. Dalam banyak kasus, desakan publik melalui media sosial dapat mendorong otoritas yang berwenang untuk lebih sigap dalam menangani kasus tersebut. Seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, munculnya tagar (hashtag) atau kampanye di media sosial sering kali menjadi pemicu agar kasus-kasus hukum yang semula terabaikan mendapat perhatian serius dari aparat hukum.
Namun, fenomena ini juga menunjukkan sisi gelap dari sistem hukum, di mana justru “viralitas” kasus menentukan seberapa cepat keadilan akan ditegakkan, bukannya proses hukum yang objektif dan transparan. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana media sosial telah memengaruhi integritas proses hukum di Indonesia.
2. Dampak Fenomena “No Viral, No Justice” terhadap Penegakan Hukum
Fenomena “No Viral, No Justice” memiliki dampak yang besar terhadap penegakan hukum di Indonesia, baik secara positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa dampak yang terjadi:
a. Pengaruh Positif: Mendorong Aksi Cepat pada Kasus Tertentu
Salah satu dampak positif dari fenomena ini adalah munculnya aksi cepat dari pihak berwenang ketika sebuah kasus mendapatkan sorotan besar di media sosial. Masyarakat yang menggunakan media sosial untuk mengungkapkan ketidakadilan atau masalah hukum dapat mempercepat perhatian publik terhadap kasus tersebut, yang pada gilirannya memaksa pihak-pihak yang berwenang untuk segera merespon.
Sebagai contoh, beberapa kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian atau pelanggaran hak asasi manusia yang sebelumnya tidak mendapat perhatian yang cukup dari masyarakat, tiba-tiba bisa mendapatkan tanggapan serius setelah menjadi viral. Hal ini menunjukkan bahwa desakan masyarakat yang disalurkan melalui media sosial bisa berperan dalam mempercepat proses keadilan, meskipun tentunya seharusnya proses hukum tetap berjalan secara objektif.
b. Dampak Negatif: Penurunan Kepercayaan pada Sistem Hukum
Namun, sisi negatif dari fenomena ini adalah munculnya kesan bahwa keadilan hanya dapat tercapai jika sebuah kasus mendapat perhatian besar dari media sosial. Hal ini memperburuk citra sistem hukum di Indonesia, yang seharusnya menegakkan keadilan secara adil dan merata, tidak tergantung pada apakah sebuah kasus viral atau tidak.
Masyarakat menjadi cemas bahwa banyak kasus yang tidak viral atau tidak mendapat perhatian luas dari media sosial mungkin akan terlupakan atau ditangani secara lambat. Ini menciptakan ketidakpercayaan terhadap independensi dan transparansi penegakan hukum, yang akhirnya merusak citra aparat hukum itu sendiri. Masyarakat merasa bahwa tanpa adanya tekanan dari luar, proses hukum bisa berjalan dengan lambat atau bahkan tidak pernah dimulai.
c. Penegakan Hukum yang Tergantung pada Opini Publik
Salah satu dampak negatif lainnya adalah fakta bahwa beberapa kasus mungkin akan lebih cepat diproses atau lebih diperhatikan jika didorong oleh opini publik. Ini menciptakan ketimpangan, di mana kasus-kasus yang tidak mendapat perhatian publik tidak mendapat penanganan yang memadai, meskipun tetap penting dan membutuhkan penyelesaian.
Dalam konteks ini, beberapa pihak mungkin merasa bahwa mereka yang memiliki akses atau kemampuan untuk memanfaatkan media sosial lebih besar peluangnya untuk mendapatkan keadilan dibandingkan dengan mereka yang tidak mampu membangkitkan perhatian masyarakat atau media.
3. Mengatasi Fenomena “No Viral, No Justice”
Untuk mengatasi fenomena ini dan memperbaiki sistem hukum, diperlukan berbagai langkah perbaikan yang tidak hanya bergantung pada reaksi media sosial. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
a. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Proses Hukum
Sistem peradilan di Indonesia perlu lebih transparan dan akuntabel. Setiap proses hukum harus bisa dipertanggungjawabkan, dengan tetap menjaga integritas dan objektivitas. Proses hukum yang jelas, terbuka, dan tidak tergantung pada viralitas akan membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Pemerintah dan aparat penegak hukum perlu mengedepankan prinsip keadilan tanpa terpengaruh oleh opini publik.
b. Peningkatan Pendidikan Hukum bagi Masyarakat
Salah satu faktor yang membuat fenomena “No Viral, No Justice” berkembang adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang hak-hak hukum mereka. Masyarakat seringkali tidak mengetahui bagaimana cara mengakses atau mengadvokasi hak-hak mereka melalui jalur hukum yang benar. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan literasi hukum di kalangan masyarakat, sehingga mereka dapat lebih memahami prosedur hukum dan menggunakannya secara efektif tanpa harus bergantung pada viralitas.
c. Pemanfaatan Teknologi untuk Menjamin Proses Hukum yang Adil
Teknologi dapat digunakan untuk menciptakan sistem hukum yang lebih transparan dan efisien. Misalnya, penggunaan aplikasi atau platform online yang memungkinkan masyarakat untuk melaporkan pelanggaran hukum atau mengakses informasi terkait proses hukum secara mudah dan cepat. Teknologi dapat membantu memastikan bahwa setiap kasus mendapatkan perhatian yang setimpal, tanpa bergantung pada apakah kasus tersebut viral di media sosial.
d. Penguatan Kemandirian dan Profesionalisme Aparat Penegak Hukum
Aparat penegak hukum perlu diberdayakan untuk menjalankan tugasnya secara profesional dan mandiri. Hal ini termasuk pelatihan berkelanjutan, sistem penghargaan dan sanksi yang jelas, serta pengawasan yang ketat terhadap kinerja mereka. Penegakan hukum yang objektif dan adil akan mengurangi ketergantungan pada opini publik dalam proses hukum.
Fenomena “No Viral, No Justice” adalah cerminan dari ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem hukum yang kadang terkesan tidak responsif atau tidak adil, tergantung pada seberapa besar perhatian publik yang diberikan. Meskipun media sosial bisa menjadi alat yang efektif untuk mempercepat penyelesaian suatu kasus, penegakan hukum yang ideal seharusnya tidak bergantung pada viralitas, tetapi pada keadilan, transparansi, dan prinsip hukum yang jelas. Untuk itu, penting untuk melakukan perbaikan dalam sistem peradilan yang mengedepankan prinsip-prinsip tersebut agar setiap kasus, baik yang viral maupun tidak, mendapatkan perhatian yang adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.