PDI Perjuangan (PDIP) tengah menghadapi pertarungan politik besar untuk mempertahankan ‘kandang banteng’ dalam Pilkada 2024. Setelah mengalami kekalahan dalam Pilpres 2024, PDIP harus berjuang keras di wilayah yang selama ini menjadi basis kuat mereka, seperti Jawa Tengah, Sumatra Utara, dan Bali. Pengaruh besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan dukungannya kepada beberapa calon yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) semakin memperberat upaya PDIP untuk merebut kembali kekuasaan di wilayah-wilayah tersebut.
Dalam putaran Pilpres 2024, Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming—putra Jokowi—berhasil meraih kemenangan di wilayah yang selama ini dikenal sebagai pusat kekuatan PDIP. Kekalahan ini memperlihatkan dampak dari perseteruan yang muncul antara Jokowi dan PDIP, meskipun keduanya telah lama berkolaborasi. Istilah ‘kandang banteng’ pun semakin mendapat sorotan, terutama dalam konteks Pilkada 2024 yang memperlihatkan adanya rivalitas mendalam antara PDIP dan pengaruh Jokowi di daerah yang menjadi lumbung suara partai tersebut.
Pilgub Jawa Tengah: Pertarungan Sengit di ‘Kandang Banteng’
Di Jawa Tengah, yang selama ini menjadi benteng suara terbesar bagi PDIP dengan lebih dari 20% suara nasional, partai tersebut menghadapi persaingan ketat. Meskipun mendominasi kursi parlemen dan memenangkan Pemilu 2024, PDIP mengalami penurunan perolehan suara yang signifikan, khususnya di wilayah-wilayah basis pendukung utama mereka.
Menyadari situasi yang semakin menantang, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, langsung turun tangan melakukan konsolidasi dan memberi dukungan penuh kepada calon yang diusung PDIP di Jawa Tengah. Megawati berupaya memobilisasi dukungan dan menyatukan basis pendukung PDIP di provinsi dengan populasi 37,6 juta jiwa ini. Namun, di sisi lain, Jokowi yang sudah selesai menjabat sebagai presiden justru menunjukkan dukungan simbolik kepada pasangan calon dari KIM Plus di Solo, tempat asalnya, memperlihatkan rivalitas terselubung antara dirinya dan Megawati.
Para pengamat politik mengamati bahwa persaingan di Pilgub Jawa Tengah kali ini tidak hanya sebatas perebutan jabatan lokal, tetapi juga menyimbolkan dinamika pergeseran kekuatan di dalam internal koalisi. Jokowi yang memiliki sejarah panjang dengan PDIP, kini justru terlihat memberi dukungan di luar partai yang telah mengangkatnya. Ini mengindikasikan hubungan yang tidak lagi solid antara Jokowi dan PDIP.
Latar Belakang: Hubungan Jokowi dan PDIP yang Kian Merenggang
Hubungan Jokowi dengan PDIP dimulai sejak 2005 saat dia maju sebagai Wali Kota Solo dan mendapat dukungan penuh dari Megawati. Keduanya sering memperlihatkan hubungan erat layaknya ibu dan anak. Namun, dinamika politik yang terus berubah mempengaruhi hubungan tersebut. Dalam Rakernas PDIP IV di Jakarta pada September 2023, kebersamaan keduanya terakhir terlihat di hadapan publik. Namun, keretakan hubungan ini disebut-sebut mulai terjadi ketika Jokowi menginginkan dukungan untuk jabatan presiden tiga periode—a demand yang tidak diakomodir oleh PDIP.
Meskipun pernyataan tersebut telah dibantah oleh berbagai pendukung Jokowi, isu ini menimbulkan perpecahan di antara kedua pihak dan memicu pembentukan poros politik baru di Pilpres 2024. Dukungan Jokowi kepada Prabowo dan Gibran dalam Pilpres 2024 dipandang sebagai bentuk ‘cawe-cawe’ yang semakin memperlebar jarak antara dirinya dan PDIP. Ketegangan ini berlanjut hingga Pilkada 2024, yang disebut-sebut sebagai ‘miniatur pilpres’ karena melibatkan perebutan pengaruh dan dukungan yang besar dari berbagai pihak.
Sumatra Utara dan Bali: ‘Kandang Banteng’ yang Kembali Diperebutkan
Di Sumatra Utara, PDIP kembali menghadapi tantangan berat dengan munculnya nama Bobby Nasution—menantu Jokowi—yang menjadi salah satu sosok kuat dalam Pilgub Sumut. Aksi dukungan Jokowi untuk keluarga dan sahabatnya, termasuk Bobby di Sumatra Utara dan Ahmad Luthfi di Jawa Tengah, dianggap sebagai sinyal bahwa Jokowi siap bersaing di kandang PDIP.
Bali, yang menjadi wilayah basis kuat PDIP selama bertahun-tahun, juga dihadapkan pada tantangan yang serupa. Koalisi Indonesia Maju diperkirakan akan mengerahkan segala upaya untuk memenangkan wilayah ini, yang selama ini menjadi simbol kesetiaan terhadap PDIP. Berbagai strategi politik kini mulai diterapkan oleh kedua belah pihak untuk mempertahankan pengaruh di wilayah-wilayah tersebut.
Akankah Pilkada 2024 Mengulangi Hasil Pilpres?
Dalam beberapa survei yang dilakukan, persaingan di Jawa Tengah dan wilayah basis PDIP lainnya menunjukkan bahwa hasil Pilkada 2024 dapat mencerminkan kembali hasil Pilpres 2024, dengan persaingan ketat antara kandidat yang didukung oleh PDIP dan kandidat yang mendapat restu dari Jokowi. Beberapa faktor yang akan memengaruhi hasil akhir dari Pilkada 2024 di wilayah-wilayah ini adalah kekuatan mesin politik PDIP, dukungan dan pengaruh Jokowi di lapangan, serta kondisi hubungan antara partai-partai dalam koalisi.
Banyak pihak yang menilai bahwa jika PDIP tidak mampu mempertahankan ‘kandang banteng’ dalam Pilkada 2024, hal ini akan menjadi sinyal bahwa perubahan besar dalam dinamika politik Indonesia sedang berlangsung. Terlepas dari hasil akhirnya, pertarungan ini memperlihatkan betapa besar pengaruh Jokowi di kancah politik nasional, bahkan setelah dia tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Dengan melihat berbagai dinamika dan perkembangan politik di Pilkada 2024, tampak bahwa pertarungan antara PDIP dan pengaruh Jokowi tidak hanya sekadar perebutan kekuasaan lokal, tetapi juga simbol persaingan yang lebih besar dalam politik nasional.